TIMES SOFIFI, PADANG – Pernah viral di media sosial, kisah sepasang kekasih yang harus melakukan split bill pada saat kencan pertama di restoran. Bagian ter-epik dari kisah tersebut adalah mereka tidak melupakan tagihan pajak yang ada dalam bill untuk di-split atau dibayar bersama. Pasangan tersebut mengatakan: "Semua harus dibagi rata, termasuk PPN".
Hampir seluruh netizen yang meramaikan konten pasangan tersebut menganggap bahwa pajak dengan tarif 10% pada struk restoran merupakan Pajak Pertambahan Nilai atau yang disingkat PPN. Kesalahan masal yang sering terjadi dan terus berlanjut. Faktanya, pajak dengan tarif 10% pada struk restoran tersebut bukanlah PPN melainkan pajak restoran yang dikelola pemerintah daerah.
Selama ini masyarakat mengira pajak dalam struk restoran adalah PPN dikarenakan tarifnya yang sama dengan tarif PPN lama yaitu 10%. Padahal kalau masyarakat lebih teliti pada saat melakukan pembayaran, setiap restoran yang taat pajak, pada bagian dinding kasir akan dipajang figura pemberitahuan dari pemerintah kota bahwa restoran ini dikenakan pajak restoran sebesar 10%. Ya, pajak yang dikenakan pada konsumen restoran adalah pajak restoran yang dikelola pemerintah daerah, bukan pajak PPN yang dikelola pemerintah pusat.
Apa itu pajak restoran?
Pajak restoran merupakan pajak daerah yang pengelolaannya dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota. Pajak restoran adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi makanan dan minuman yang disediakan oleh restoran yang menyediakan fasilitas penyajian makanan minimal berupa meja dan kursi. Pajak ini dikenakan kepada konsumen akhir atau pengunjung restoran yang menikmati hidangan yang disediakan oleh restoran.
Pada saat melakukan pembayaran, restoran akan memungut pajak restoran sebesar 10% dari total tagihan. Jadi pajak restoran ini sebenarnya dikenakan kepada konsumen akhir, dipungut oleh restoran dan restoran sebagai pemungut akan melakukan penyetoran atas pajak tersebut ke pemerintah daerah.
Meskipun pajak restoran ini adalah pajak daerah, tarif pajak restoran juga diatur oleh pemerintah pusat melalui Undang-Undang No 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Tarif pajak restoran tidak boleh lebih dari 10%, namun berdasarkan point 3 pasal 51 ayat 1 dalam Undang-Undang disebutkan peraturan lebih detil mengenai tarif diatur oleh masing-masing pemerintah daerah melalui Perda. Untuk daerah kota padang sendiri, tarif pajak restoran dikenakan sebesar 10%.
Lalu perbedaan pajak restoran dengan PPN?
PPN adalah pajak pertambahan nilai yang dikelola oleh pusat atau Direktorat Jenderal Pajak (DJP). PPN dikenakan atas penyerahan barang kena pajak yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Biasanya pada saat kita membeli suatu barang, selain menerima invoice kita juga akan menerima faktur pajak, faktur pajak tersebut merupakan tagihan atas PPN sebesar 11% dari harga barang yang harus dibayar oleh pembeli kepada penjual. Kesimpulannya, PPN dipungut oleh penjual, dan oleh si penjual, pajak yang telah dipungut tersebut harus disetor ke kas negara.
Pajak restoran dan PPN mulanya memang memiliki tarif yang sama yaitu 10%, tapi sejak tanggal 1 April 2022, tarif PPN naik menjadi 11%.
Dengan adanya fenomena ini, kita dapat melihat masih rendahnya literasi perpajakan di kalangan masyarakat. Padahal pajak adalah hal penting yang melekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Harapan yang sangat besar terhadap masyarakat Indonesia untuk dapat menumbuhkan sikap skeptis terhadap uang yang mereka keluarkan ketika membayar pajak.
Dengan adanya sikap skeptis tersebut, masyarakat bisa menjadi lebih penasaran dan ingin tahu terhadap jenis dan kategori pajak yang mereka bayar. Masyarakat bisa menelusuri bermacam sumber literasi perpajakan di internet yang banyak disediakan oleh website resmi konsultan pajak, website direktorat jenderal pajak dan organisasi perpajakan yang ada di Indonesia. (*)
***
*) Oleh : Fitriyeni Oktavia, Dosen Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Andalas.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
*) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Literasi Perpajakan Masyarakat dalam Mengidentifikasi Pajak Restoran
Pewarta | : Hainor Rahman |
Editor | : Hainorrahman |